Di tengah perdebatan tentang efektivitas sistem pendidikan massal, pesantren mempertahankan sebuah metode klasik yang sangat personal dan mendalam: Sorogan. Keunggulan Pembelajaran Sorogan terletak pada sifatnya yang one-on-one atau satu-murid-satu-guru, memungkinkan transmisi ilmu yang tuntas hingga ke akar-akarnya, serta memastikan tidak ada celah pemahaman yang terlewatkan. Keunggulan Pembelajaran yang sangat personal ini menjadi Bekal Filosofis Pesantren dalam menjaga kualitas keilmuan para santri dan membentuk kedalaman intelektual.
Metode Sorogan mengharuskan santri maju secara bergantian di hadapan kiai atau ustaz untuk menyetorkan hafalan, membaca kitab, dan menjelaskan pemahaman mereka secara langsung. Berbeda dengan metode Bandongan yang bersifat kolektif, Sorogan menuntut santri untuk bertanggung jawab penuh atas materi yang mereka pelajari. Ketika seorang santri menyorog (menyetorkan) pemahamannya, kiai akan fokus penuh pada individu tersebut, menyesuaikan kecepatan, kedalaman, dan metode koreksi sesuai dengan tingkat pemahaman santri. Membedah Metode Pembelajaran ini menunjukkan bahwa kiai dapat segera mendeteksi di mana letak kesulitan santri—apakah itu pada pemahaman Nahwu (Gramatika), interpretasi hukum, atau logika teks.
Pengalaman Sorogan adalah latihan intensif yang membangun Rahasia Ketahanan Mental. Menghadapi kiai secara langsung dengan ilmu yang belum sepenuhnya dikuasai dapat menimbulkan tekanan, namun tekanan inilah yang memicu belajar secara sungguh-sungguh. Santri harus mempersiapkan diri dengan matang, karena kegagalan atau ketidakjelasan dalam penjelasan akan segera dikoreksi dan harus diperbaiki sebelum sesi berikutnya. Praktik ini secara nyata mengajarkan Tawadhu dan Etos Kerja karena santri belajar menerima koreksi dengan rendah hati dan bekerja keras untuk memastikan pemahaman mereka tuntas. Contohnya, sesi Sorogan kitab Fiqih Fathul Qarib yang dilakukan kiai setiap pagi setelah salat Subuh menuntut santri untuk sudah membaca dan memahami teks yang akan disetorkan pada pukul 05.30.
Dengan memastikan setiap santri mendapatkan perhatian penuh dan feedback instan, Keunggulan Pembelajaran Sorogan berhasil menciptakan Bukti Ketahanan Tubuh intelektual. Metode klasik ini adalah janji pesantren: melahirkan lulusan yang tidak hanya menguasai ilmu di permukaan, tetapi memahami esensinya secara personal dan mendalam.