Penguasaan Bahasa Arab Fusha (Standar) adalah fondasi bagi santri. Namun, untuk benar-benar menjadi jembatan komunikasi di dunia nyata, pemahaman Dialek Lokal (‘Āmmiyah) menjadi semakin penting. Fusha adalah bahasa tulisan dan kajian, tetapi Dialek Lokal adalah bahasa kehidupan sehari-hari. Kemampuan beradaptasi ini membuka peluang global.
Mempelajari Dialek Lokal bukan berarti mengesampingkan Fusha. Keduanya memiliki peran yang berbeda. Fusha memberikan kerangka tata bahasa dan leksikal yang kokoh. Sementara itu, Dialek Arab berfungsi sebagai alat interaksi sosial dan profesional di berbagai negara. Santri harus menguasai keduanya untuk sukses.
Ada keragaman yang signifikan dalam Dialek Lokal Arab, seperti Mesir, Syam (Lebanon, Suriah, Yordania), dan Teluk. Masing-masing memiliki pelafalan, kosakata, dan sedikit perbedaan tata bahasa yang khas. Santri yang menguasai salah satu Dialek Arab ini akan lebih mudah berinteraksi dengan penutur aslinya.
Keterampilan Komunikasi santri akan meningkat drastis dengan adanya pemahaman dialek. Dalam berinteraksi langsung, menggunakan Fusha sering terdengar kaku atau terlalu formal. Penggunaan dialek yang tepat menciptakan kedekatan emosional dan mempermudah negosiasi atau perbincangan biasa.
Salah satu strategi efektif untuk menguasai Dialek Lokal adalah melalui Pendekatan Imersi. Mendengarkan lagu, menonton film, dan vlog dalam dialek target secara rutin membantu otak terbiasa dengan irama, intonasi, dan ungkapan-ungkapan sehari-hari yang autentik.
Selain itu, santri harus aktif mencari mitra bicara (tutor) penutur asli yang bersedia mengajarkan Dialek Arab mereka. Praktik langsung adalah kunci. Jangan takut membuat kesalahan; setiap kesalahan adalah peluang untuk perbaikan dalam mengasah Keterampilan Komunikasi lisan.
Pentingnya Dialek Lokal dalam Dakwah Global tidak bisa diabaikan. Ketika seorang dai berbicara menggunakan dialek setempat, pesan dakwah akan terasa lebih relevan dan personal bagi audiens. Ini adalah jembatan budaya yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan Kajian Islam yang universal.
Maka, integrasi studi Fusha dan Dialek Lokal adalah kurikulum masa depan. Santri dipersiapkan untuk menjadi ulama yang tidak hanya mendalam ilmunya, tetapi juga adaptif dan efektif dalam Keterampilan Komunikasi di tengah masyarakat yang majemuk.
Dengan memperluas Perbendaharaan dialek, santri meraih kemampuan untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Ini adalah investasi vital untuk peran mereka sebagai pewaris ilmu sekaligus agen Dakwah Global yang cerdas dan relevan di panggung dunia.