Dalam tradisi pesantren, menghafal Al-Qur’an (Tahfidzul Qur’an) dianggap sebagai upaya suci yang bertujuan Membangun Sanad Malaikat, yaitu rantai periwayatan bacaan yang terjaga kualitasnya hingga ke Rasulullah SAW dan Malaikat Jibril. Membangun Sanad Malaikat ini menuntut pesantren untuk menerapkan mekanisme pengawasan mutu yang sangat ketat, terutama dalam menjaga muroja’ah (pengulangan) hafalan santri. Membangun Sanad Malaikat adalah tanggung jawab moral tertinggi Kyai dan muhafizh (guru tahfidz) untuk memastikan keotentikan teks suci.
Kualitas hafalan di pesantren dijaga melalui dua pilar utama: Koreksi Muhafizh (Guru) dan Disiplin Muroja’ah. Setiap santri wajib melakukan setoran hafalan baru (ziyadah) dan setoran hafalan lama (muroja’ah) secara rutin, biasanya dua hingga tiga kali sehari. Dalam sesi setoran, muhafizh akan menyimak dengan teliti, mengoreksi setiap kesalahan tajwid (kaidah membaca) dan kelalaian (lupa) dengan segera. Intensitas pertemuan tatap muka ini memastikan bahwa kesalahan tidak berlarut-larut menjadi kebiasaan. Di Pondok Pesantren Tahfidz Al-Hidayah, setiap muhafizh hanya diizinkan membimbing maksimal 15 santri, guna menjamin perhatian penuh pada kualitas bacaan masing-masing santri.
Pilar yang kedua, Muroja’ah, adalah proses yang menuntut disiplin pribadi santri. Hafalan tidak akan kekal tanpa pengulangan yang konsisten. Pesantren menerapkan jadwal yang mengharuskan santri mengulang hafalan dalam berbagai tingkatan: muroja’ah harian (hafalan yang baru disetorkan), muroja’ah mingguan (hafalan per juz), dan muroja’ah total (muroja’ah bil ghaib). Santri yang sudah menyelesaikan 30 juz diwajibkan mengulang keseluruhan hafalan minimal satu kali dalam satu pekan. Komitmen waktu yang dihabiskan untuk muroja’ah bisa mencapai 6 hingga 8 jam per hari, menggarisbawahi pentingnya pengulangan.
Untuk memotivasi dan memvalidasi hafalan, pesantren menyelenggarakan ujian resmi (Munaqosyah) secara berkala. Misalnya, pada hari Jumat, 6 Desember 2024, diselenggarakan Munaqosyah Tahfidz 30 Juz secara terbuka, di mana santri diuji oleh tim penguji dari luar pondok untuk memastikan objektivitas mutu. Santri yang berhasil lulus dari Munaqosyah ini berhak menerima ijazah sanad (sertifikat mata rantai guru) sebagai pengakuan formal atas kualitas hafalannya yang teruji. Dengan kombinasi pengawasan ketat muhafizh, disiplin pengulangan yang masif, dan validasi munaqosyah, pesantren berhasil Membangun Sanad Malaikat dan melahirkan huffazh (penghafal Al-Qur’an) yang kredibel.