Dalam konteks pesantren, kegiatan keagamaan seringkali menjadi panggung utama bagi ekspresi seni santri. Acara rutin seperti Marhabanan dan perayaan Maulid Nabi adalah momen penting untuk Menghidupkan Tradisi Islam Nusantara melalui pementasan seni. Kegiatan ini menyediakan wadah ekspresi seni kolektif yang terstruktur, sekaligus memperkuat penguatan identitas budaya.
Menghidupkan Tradisi melalui Marhabanan (membaca syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad, seperti Barzanji atau Diba’) biasanya dilakukan setiap malam Jumat. Rutinitas ini melatih kepekaan musikal santri, mulai dari kemampuan membaca maqam (irama) yang tepat hingga harmoni suara vokal secara kolektif. Latihan ini tidak hanya bernilai spiritual tetapi juga melatih keterampilan menyanyi dan public performance. Menurut data (fiktif) Koordinator Seni Budaya Pesantren pada $22 \text{ November } 2025$, lebih dari $70\%$ santri telah menguasai minimal dua jenis maqam Marhababan setelah enam bulan rutin berlatih.
Pada skala yang lebih besar, perayaan Maulid Nabi adalah puncak dari Menghidupkan Tradisi seni di pesantren. Selama periode Rabiul Awal, santri dari berbagai angkatan berkompetisi dalam berbagai pementasan, termasuk teaterikal kisah Nabi, pameran Kaligrafi, hingga penampilan Sholawat kontemporer. Momen ini menjadi kesempatan langka untuk ekspresi seni kolektif yang sangat meriah. Persiapan Maulid ini melibatkan seluruh elemen, mulai dari Divisi Dekorasi hingga Divisi Dokumentasi, menumbuhkan penguatan identitas budaya yang kolektif dan inklusif.
Oleh karena itu, Menghidupkan Tradisi Marhabanan dan Maulid Nabi sangat penting bagi pesantren. Kegiatan ini tidak hanya melestarikan warisan spiritual, tetapi juga berfungsi ganda sebagai kurikulum tidak tertulis untuk melatih ekspresi seni kolektif yang masif dan terarah. Pesantren berhasil menggunakan perayaan ini sebagai sarana penguatan identitas budaya santri, memastikan nilai-nilai keagamaan disampaikan melalui medium seni yang indah dan mengesankan.