Rukun Puasa Ramadan: Penjelasan Lengkap agar Sah

Puasa Ramadan adalah salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang mukalaf. Agar ibadah puasa kita sah dan diterima di sisi Allah SWT, penting sekali untuk memahami dan memenuhi Rukun Puasa Ramadan. Mengabaikan salah satu rukun ini dapat menyebabkan puasa menjadi tidak sah atau tidak sempurna, sehingga perlu diulang.

Rukun pertama dalam Rukun Puasa Ramadan adalah niat. Niat harus dilakukan pada malam hari sebelum fajar menyingsing, yaitu dari setelah terbenamnya matahari hingga sebelum terbit fajar shadiq. Niat bisa diucapkan dalam hati, contohnya: “Saya niat puasa esok hari untuk menunaikan fardhu Ramadan tahun ini karena Allah Ta’ala.”

Niat puasa Ramadan harus dilakukan setiap malam, tidak cukup hanya sekali di awal bulan. Hal ini dikarenakan setiap hari puasa adalah ibadah yang terpisah. Jika seseorang lupa berniat pada malam hari, puasanya pada hari itu tidak sah dan wajib diqadha’ (diganti) setelah Ramadan.

Rukun kedua adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa. Ini dimulai sejak terbit fajar shadiq hingga terbenamnya matahari. Hal-hal yang membatalkan puasa meliputi makan dan minum dengan sengaja, berhubungan intim, muntah dengan sengaja, serta masuknya sesuatu ke dalam lubang tubuh secara sengaja.

Menahan diri dari hal-hal tersebut bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Puasa yang sempurna bukan hanya menahan lapar dan dahaga, melainkan juga menahan diri dari perkataan kotor, perbuatan maksiat, dan segala hal yang dapat mengurangi pahala puasa. Ini esensi sejati dari Rukun Puasa Ramadan.

Rukun ketiga adalah Islam. Seseorang yang berpuasa haruslah seorang Muslim. Non-Muslim tidak diwajibkan berpuasa, dan puasanya tidak sah meskipun ia menahan diri dari makan dan minum. Keislaman adalah syarat utama diterimanya ibadah puasa di sisi Allah SWT.

Rukun keempat adalah berakal. Orang gila atau tidak waras tidak diwajibkan berpuasa, karena mereka tidak memiliki akal untuk memahami dan berniat. Puasa bagi mereka tidak sah dan tidak ada kewajiban qadha’. Ini menunjukkan bahwa ibadah adalah untuk mereka yang sadar penuh.