Memahami Filosofi dan Sejarah Kitab Kuning di Pesantren

Memahami filosofi dan sejarah Kitab Kuning di pesantren adalah kunci untuk menguak akar keilmuan Islam tradisional di Indonesia. Kitab Kuning bukan sekadar tumpukan buku tua, melainkan representasi dari sebuah tradisi keilmuan yang telah teruji selama berabad-abad, menjadi jembatan antara santri dengan para ulama terdahulu. Pada hari Minggu, 14 Februari 2027, sebuah acara bedah buku tentang sejarah Kitab Kuning diselenggarakan di Auditorium Perpustakaan Nasional. Dalam acara tersebut, Dr. Taufik Nurhadi, seorang sejarawan Islam, menegaskan bahwa Kitab Kuning adalah “darah” yang mengalir dalam pendidikan pesantren.


Secara filosofis, Kitab Kuning mengajarkan santri untuk tidak hanya membaca, tetapi juga menganalisis, menafsirkan, dan memahami secara mendalam. Proses ini menuntut ketelitian, kesabaran, dan kemandirian dalam berpikir. Bahasa Arab klasik yang digunakan dalam kitab-kitab ini memaksa santri untuk menguasai tata bahasa (nahwu dan sharaf) secara matang. Memahami filosofi ini juga berarti menghargai perbedaan pandangan dalam Islam. Kitab-kitab ini sering kali menyajikan beragam pendapat dari para ulama mazhab, mengajarkan santri tentang pentingnya toleransi dan moderasi dalam beragama. Pada hari Rabu, 17 Februari 2027, seorang ustadz senior, Kiai Zainal Arifin, dalam sesi pengajian rutin, menjelaskan kepada santri bahwa perbedaan pendapat dalam fikih adalah rahmat, bukan alasan untuk perpecahan.

Lebih dari itu, memahami filosofi Kitab Kuning adalah upaya untuk melestarikan tradisi keilmuan yang otentik. Proses pembelajaran sorogan (santri membaca di depan guru) dan bandongan (guru membacakan dan santri mencatat) adalah metode klasik yang terbukti efektif dalam mentransfer ilmu dan etika secara bersamaan. Tradisi ini juga melahirkan sanad keilmuan yang jelas, menghubungkan santri dengan para ulama besar di masa lalu. Pada hari Senin, 15 Februari 2027, seorang peneliti dari Kementerian Agama, Bapak Lukman Hakim, M.Ag., dalam kunjungannya ke salah satu pesantren, mencatat bahwa sanad keilmuan yang kuat menjadi salah satu kekuatan utama dari pendidikan pesantren Salaf.

Asal-usul Kitab Kuning sendiri sangatlah panjang. Banyak dari kitab-kitab ini ditulis oleh ulama-ulama besar di Timur Tengah, dan kemudian dibawa ke Nusantara oleh para ulama nusantara yang menuntut ilmu di sana. Kitab-kitab ini lalu disalin dan diajarkan secara turun-temurun, menjadi bagian tak terpisahkan dari kurikulum pesantren. Pada hari Selasa, 16 Februari 2027, petugas dari Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah melakukan pendataan terhadap koleksi Kitab Kuning di salah satu pesantren tertua. Mereka menemukan beberapa naskah kuno yang berusia lebih dari satu abad, yang menunjukkan warisan intelektual yang sangat berharga. Dengan demikian, memahami filosofi Kitab Kuning bukan hanya tentang belajar agama, tetapi juga tentang merawat warisan budaya dan intelektual bangsa.