Kedudukan ittiba‘ dalam Islam sangat fundamental dan tak terpisahkan dari praktik beragama seorang Muslim. Ittiba’ secara bahasa berarti mengikuti. Dalam konteks syariat, ittiba’ adalah mengikuti petunjuk, ajaran, dan sunah Nabi Muhammad SAW, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau. Ini adalah prinsip utama yang membedakan Islam dari bid’ah (inovasi dalam agama).
Pengertian ittiba’ melampaui sekadar meniru. Ia mencakup keyakinan bahwa apa yang dilakukan Nabi SAW adalah yang terbaik dan benar, serta melakukannya karena Allah semata, bukan karena adat atau tradisi. Ittiba’ berarti menjadikan Rasulullah sebagai teladan utama dalam setiap aspek kehidupan, baik ibadah maupun muamalah.
Kedudukan ittiba’ ini sangat ditekankan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7). Ayat ini dengan jelas memerintahkan umat Muslim untuk mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi.
Terdapat beberapa jenis ittiba’. Pertama, ittiba’ dalam ibadah, yaitu melakukan ibadah sesuai dengan tata cara yang diajarkan Rasulullah SAW, tanpa menambah atau mengurangi. Contohnya adalah tata cara salat, puasa, haji, dan lain-lain yang dijelaskan secara rinci oleh Nabi.
Kedua, ittiba’ dalam muamalah (interaksi sosial). Ini berarti mengikuti petunjuk Nabi SAW dalam bermuamalah, seperti dalam berdagang, berinteraksi dengan tetangga, berpolitik, dan lain-lain. Prinsip-prinsip kejujuran, keadilan, dan kasih sayang yang diajarkan beliau harus menjadi pedoman.
Ketiga, ittiba’ dalam akhlak. Ini adalah meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW yang dikenal sebagai Al-Amin (yang terpercaya) dan memiliki sifat-sifat terpuji. Meneladani akhlak beliau adalah kedudukan ittiba’ yang paling luhur, karena mencerminkan keindahan Islam.
Manfaat ittiba’ sangat banyak. Pertama, ittiba’ menjamin keabsahan ibadah kita di sisi Allah, karena dilakukan sesuai dengan tuntunan-Nya. Kedua, ittiba’ menjaga kemurnian ajaran Islam dari penyimpangan dan bid’ah yang dapat merusak agama.
Ketiga, ittiba’ membawa keberkahan dalam hidup. Ketika seseorang mengikuti petunjuk Nabi, Allah akan memberikan kemudahan dan keberkahan dalam urusan-urusannya. Keempat, ittiba’ adalah jalan menuju kecintaan Allah dan Rasul-Nya, serta kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Maka, kedudukan ittiba’ adalah pondasi kokoh bagi seorang Muslim. Ia adalah kunci untuk mencapai kesempurnaan iman dan Islam. Dengan senantiasa berpegang teguh pada sunah Nabi SAW, umat Muslim akan selalu berada di jalan yang lurus dan diridai Allah SWT.