Pesantren adalah saksi bisu perjalanan panjang pendidikan Islam di Nusantara, dan di dalamnya, sistem bandongan menjadi pesona yang tak lekang dimakan waktu. Melalui metode klasik ini, jejak sejarah keilmuan Islam terus dilestarikan, memungkinkan ilmu bertumbuh secara organik dan mendalam dari generasi ke generasi.
Bandongan adalah metode pengajian Kitab Kuning (kitab-kitab klasik berbahasa Arab) di mana seorang Kiai atau ulama membacakan, menerjemahkan, dan menjelaskan isi kitab kepada sekelompok santri. Para santri menyimak dengan seksama, mencatat makna harfiah serta penjelasan Kiai di sela-sela baris kitab mereka. Proses ini bukan hanya transfer informasi, melainkan replikasi dari tradisi keilmuan yang telah berlangsung berabad-abad, memastikan ilmu bertumbuh dengan validitas sanad yang kuat. Misalnya, di Pondok Pesantren Kuala Berang, Terengganu, pada 29 Juli 2025, pengajian bandongan kitab Minhajul Abidin oleh Kiai Haji Hassan melibatkan ratusan santri yang tekun mengikuti setiap untaian ilmu.
Salah satu keunggulan utama bandongan adalah kemampuannya mempertahankan otoritas ilmu. Kiai, yang merupakan ulama dengan sanad keilmuan yang jelas, menjadi jembatan antara santri dan para pengarang Kitab Kuning. Mereka tidak hanya menerjemahkan, tetapi juga menjelaskan konteks, asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat/hadis), dan berbagai pandangan ulama, sehingga ilmu bertumbuh secara komprehensif. Ini melatih santri untuk tidak menerima ilmu secara instan atau parsial, melainkan melalui proses yang terstruktur dan terverifikasi.
Selain itu, sistem bandongan juga memupuk etos keilmuan dan adab yang tinggi. Suasana pengajian yang khidmat, seringkali diadakan di masjid atau aula pesantren yang sederhana, menanamkan rasa hormat santri terhadap ilmu dan guru. Mereka belajar untuk bersabar, tekun, dan fokus dalam menyerap pelajaran. Disiplin ini secara tidak langsung membentuk karakter santri yang rajin, teliti, dan memiliki kecintaan mendalam terhadap pembelajaran. Ini adalah lingkungan di mana ilmu bertumbuh bukan hanya secara kognitif, tetapi juga secara spiritual dan moral.
Meskipun terlihat tradisional, relevansi bandongan tetap kuat di era modern. Di tengah banjir informasi digital yang seringkali tidak terverifikasi, bandongan menawarkan sumber ilmu yang otentik dan bimbingan yang otoritatif. Ini membantu santri membangun fondasi keilmuan yang kokoh, sehingga mereka dapat membedakan mana yang benar dan mana yang keliru. Dengan demikian, sistem bandongan bukan hanya sekadar warisan sejarah; ia adalah metode dinamis yang terus memungkinkan ilmu bertumbuh dan berkembang, mencetak generasi Muslim yang berilmu, berakhlak, dan siap berkontribusi pada masyarakat.