Pondok pesantren di Indonesia tidak hanya menjadi pusat pendidikan dan spiritual, tetapi juga memainkan peran sentral dalam dakwah Islam melalui strategi pesantren berbasis komunitas. Pendekatan ini memungkinkan ajaran agama menyebar secara lebih efektif dan relevan, menjangkau berbagai lapisan masyarakat. Strategi pesantren dalam berdakwah ini mengedepankan interaksi langsung dan kepedulian sosial, bukan sekadar ceramah. Memahami strategi pesantren ini adalah kunci untuk melihat bagaimana Islam tersebar luas di Nusantara.
Salah satu inti dari strategi pesantren ini adalah keterlibatan aktif kyai dan santri dalam kehidupan masyarakat sekitar. Kyai, sebagai figur sentral, seringkali menjadi panutan dan rujukan bagi warga dalam berbagai persoalan agama maupun sosial. Mereka tidak hanya mengajar di pesantren, tetapi juga mengisi pengajian rutin di masjid atau musala desa, memberikan konsultasi, bahkan menjadi penengah dalam konflik. Kedekatan emosional dan spiritual inilah yang membuat pesan dakwah lebih mudah diterima. Sebagai contoh, di sebuah desa di Jawa Tengah, Kyai Haji Ahmad pada 10 Juni 2025 secara rutin mengadakan pengajian kitab kuning yang dihadiri ratusan warga, mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dalam konteks kehidupan sehari-hari mereka.
Selain itu, santri juga menjadi bagian integral dari dakwah berbasis komunitas. Melalui program pengabdian masyarakat (sering disebut kuliah kerja nyata atau KKN pesantren), mereka terjun langsung ke desa-desa, berinteraksi dengan warga, dan mengaplikasikan ilmu yang didapat di pesantren. Kegiatan ini bisa berupa mengajar mengaji anak-anak, membantu program kebersihan lingkungan, atau ikut serta dalam kegiatan pembangunan desa. Pendekatan ini menunjukkan bahwa dakwah bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang berkontribusi dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Sebuah laporan dari Kementerian Agama pada April 2025 menyebutkan bahwa lebih dari 70% pesantren memiliki program pengabdian masyarakat yang aktif.
Pesantren juga menggunakan pendekatan kultural dalam dakwahnya. Mereka sering mengintegrasikan seni dan budaya lokal ke dalam kegiatan keagamaan, seperti melalui seni hadrah, qasidah, atau pertunjukan wayang kulit dengan pesan-pesan Islami. Metode ini, yang merupakan strategi pesantren sejak zaman Walisongo, membuat ajaran Islam terasa lebih akrab dan mudah dipahami oleh masyarakat yang beragam latar belakang budayanya.
Dengan demikian, dakwah berbasis komunitas adalah strategi pesantren yang sangat efektif dalam menyebarkan dan menguatkan ajaran Islam di Indonesia. Melalui kepemimpinan kyai, keterlibatan santri, dan adaptasi kultural, pesantren terus menjadi garda terdepan dalam membentuk masyarakat yang Islami, harmonis, dan peduli.